Mbah Jonge : Meninggalkan MATA AIR, bukan AIR MATA....
Peringatan Hari Air Sedunia DIY pun mencapai puncaknya tanggal 28 Maret 2019 lalu di Telaga Jonge, Semanu, Gunungkidul. Dihardiri oleh perempuan nomor satu di Kabupaten Gunungkidul, Hj. Badingah, S.Sos rangkaian kegiatan peringatan pun dimulai.
Telaga Jonge sendiri menjadi pilihan tempat adalah karena selain lokasinya yang masih sangat alami, telaga ini juga merupakan ikon keberlangsungan air di Gunungkidul. Terletak di Desa Pacarejo Kecamatan Semanu Kabupaten Gunungkidul, telaga ini menyimpan banyak cerita. Selain karena telaga ini juga merupakan salah satu obyek wisata alam yang ada di Gunungkidul, telaga ini juga punya kesejarahan yang cukup menarik.
Sejarah Telaga Jonge meskipun masih simpang siur, namun bereda kabar di masyarakat Telaga Jonge penamaan Telaga berdasarkan keberadaan sesepuh Dusun Jonge yang bernama Kiai Jonge. Menurut cerita di masyarakat, Mbah Jonge merupakan salah satu prajurit dari kerajaan Majapahit yang terdampar di Pantai Selatan Gunungkidul. Mbah Jonge melarikan diri dari perang antara kerajaan Majapahit dan kerajaan Demak. Menurut cerita, Mbah Jonge tidak sendiri. Beliau melarikan diri bersama prajurit yang tersisa. Prajurit yang lain berpencar, Mbah Jonge lebih memilih menetap. Masyarakat menyambut kedatangan Mbah Jonge dengan tangan terbuka, Mbah Jonge di kenal masyarakat sebagai orang yang suka berbuat baik dengan sesama.
Keadaan air Telaga yang tidak pernah kering menyimpan misteri. Masyarakat setempat percaya bahwa tidak pernah keringnya air telaga ada hubungannya dengan Mbah Jonge. Tidak ada yang tahu pasti wafatnya Mbah Jonge, masyarakat setempat menyebutkan bahwa wafatnya Mbah Jonge terjadi secara Moksa (kebebasan dari iktan duniawi). Warga percaya tempat moksa Mbah Jonge berada di tengah-tengah telaga. Sebelumnya banyak warga yang tidak percaya, namum saat di lakukan pengerukan telaga pada tahun 1997, ternyata di tengah-tenga telaga terdapat cungkup makam, yang di duga sebagai milik Mbah Jonge. Sejak saat itu warga mulai percaya dengan kebenaran cerita tersebut. Warga juga percaya air telaga sering memberikan berkah sehingga banyak wara yang memadati area petilasan setiap malam Jumat Legi. Dan kebanyakan masyarakat meyakini, bahwa karena itulah mengapa air di telaga ini tak pernah kering. Sebuah upaya meninggalkan kebaikan kepada anak cucu, demikian sedikit kisah tentang Telaga Jonge di Semanu ini.
Dalam peringatan ini mengikat nilai bahwa sebagai generasi tengah, kita diajak untuk memberikan warisan yang positif kepada anak cucu kita. Salah satunya adalah sebagaimana yang telah diteladani Mbah Jonge. Meninggalkan mata air yang bermanfaat bagi penghidupan generasi selanjutnya.
Peringatan Hari Air sedunia ini pun dimeriahkan dengan acara pengumuman pemenang lomba mewarnai dan lomba menggambar. Dengan Pemenang I Lomba Mewarnai adalah ananda Nadia Virahayu dari TK Mayshitoh Mendak Panggang dan Pemenang I Lomba Menggambar adalah ananda Dewi Anindy dari TK Binamuda II Panggang.
Kegiatan ini pun dihadiri oleh para pejabat tingi DIY dan Kabupaten, diantaranya adalah, Ir. Syahril, S.Pi sebagai perwakilan dari BBWS Serayu Opak DIY, Ir. Eddy Praptono, M.Si sebagai Kepala Dinas PUPRKP Gunungkidul, serta beberapa perwakilan dari Perangkat Daerah lainnya. Tak lupa perwakilan dari Forum Komunitas WA juga turut memeriahkan acara ini.
Sekali lagi, mari, melestarikan mata air kita demi masa depan generasi bangsa.
Berita Terkait
- Pembangunan Jembatan Pucung
- Penyaluran Bantuan Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) APBD Tahun 2024
- DPUPRKP Gelar Apel Peringatan Hari Otonomi Daerah ke XXVIII
- Forum Jasa Konstruksi Kabupaten Gunungkidul : E-Catalogue Konstruksi
- Sosialisasi AHSP Permen PUPR Nomor 8 Tahun 2023 (Bidang Cipta Karya) serta Pengenalan Produk Baja Ringan dan Genteng Beton