Berita

Proteksi Kebakaran, Aspek Kekumuhan yang Sulit Dientaskan di Kabupaten Gunungkidul

Senin, 18 Mei 2020

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 14/PRT/M/2018 tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh, salah satu kriteria kekumuhan suatu lokasi dinilai dari aspek Proteksi Kebakaran, yang ditunjukkan dengan tidak tersedianya prasarana dan sarana proteksi kebakaran. Aspek ini seolah menjadi momok di semua daerah, tidak terkecuali Kabupaten Gunungkidul, karena selalu menyumbang nilai yang tinggi.
Sebenarnya kriteria kekumuhan suatu wilayah dinilai dari 7 aspek yakni bangunan gedung, jalan lingkungan, penyediaan air minum, drainase lingkungan, pengelolaan air limbah, pengelolaan persampahan, dan proteksi kebakaran. Ketujuh kriteria tersebut masih dijabarkan lagi kedalam 16 kondisi yang jika dikonversi menjadi nilai, masing-masing berkontribusi pada nilai kekumuhan dari terendah 1 hingga 5, dan aspek proteksi kebakaran inilah yang sering menyumbangkan nilai 5 di beberapa daerah, termasuk Kabupaten Gunungkidul.
Sebagai kabupaten yang jauh dari pusat perkotaan provinsi, Kabupaten Gunungkidul sebenarnya secara kasat mata belum layak dikatakan kumuh karena masih memiliki wilayah yang luas dan tata kota yang tidak terlalu padat. Namun demikian, hasil studi Rencana Kawasan Permukiman - Kumuh Perkotaan (RKP-KP) Kabupaten Sleman, Kabupaten Gunungkidul, dan Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015, ternyata di Bumi Handayani ini ditemukan 13 titik lokasi kawasan kumuh di Kacamatan Playen dan Wonosari, dan dari ke-13 lokasi tersebut, hampir seluruhnya memiliki nilai kekumuhan 5 pada aspek Proteksi Kebakaran.
Realitanya, aspek Proteksi Kebakaran ini cukup sulit dientaskan karena didalamnya berisi 2 (dua) poin utama yakni tidak tersedianya prasarana dan sarana proteksi kebakaran. Tidak tersedianya prasarana proteksi kebakaran hanya dapat dientaskan dengan adanya pasokan air yang diperoleh dari sumber alam maupun buatan, tersedianya jalan lingkungan yang memudahkan masuk keluarnya kendaraan pemadam kebakaran, adanya sarana komunikasi untuk pemberitahuan terjadinya kebakaran, dan/atau tersedianya data tentang sistem proteksi kebakaran lingkungan yang mudah diakses. Sementara itu, tidak tersedianya sarana proteksi kebakaran hanya dapat dientaskan dengan disediakannya Alat Pemadam Api Ringan (APAR), kendaraan pemadam kebakaran, dan/atau adanya mobil tangga sesuai dengan kebutuhan.
Kedua hal tersebut sangat sulit diwujudkan di lokasi-lokasi kumuh di Kabupaten Gunungkidul mengingat terbatasnya anggaran penyediaan maupun pengelolaannya. Hal inilah yang akan senantiasa menjadi “Pekerjaan Rumah” yang entah kapan akan bisa terwujud. Harapan akhirnya hanyalah mengkondisikan agar ke-6 aspek lainnya dapat dientaskan (diupayakan bernilai 0) sehingga jikapun aspek Proteksi Kebakaran tetap bernilai tinggi, poin tersebut hanya akan menyumbang nilai maksimal 10, yang menunjukkan bahwa suatu lokasi masih dikategorikan tidak kumuh karena minimal suatu lokasi dikatakan kumuh jika memiliki nilai 16.